Jenis-Jenis Burung Pelatuk, Ciri-Ciri, dan Habitatnya

September 29, 2022

Bagikan

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

Spesies burung pelatuk masuk dalam famili Picidae yang tersebar luas di seluruh dunia, kecuali  Australia, Madagaskar, dan wilayah kutub yang beriklim ekstrem. Burung pelatuk hidup di hutan atau daerah yang penuh pepohonan. Namun, ada juga yang tinggal di area tanpa pohon, seperti gurun pasir atau lereng berbukit batu.

            Kebanyakan burung pelatuk memiliki kaki zigodaktil atau kaki dengan dua jari yang mengarah ke depan dan dua kaki lainnya ke belakang. Kaki dengan cakar yang tebal serta bulu ekor yang kaku berfungsi membantu burung untuk menjepit dan mencengkeram batang pohon saat posisi vertikal.

            Selain itu, burung ini diperkirakan bisa mematuk 20 kali per detik atau sekitar 8.000 – 12.000 ketukan perhari. Burung pelatuk juga tidak terganggu ketika mematuk dengan cepat karena tempurung kepalanya keras dan otak penyangganya sangat baik yang melindungi bagian tubuh dari tumbukan berulang-ulang.

Jenis Burung Pelatuk di Lahan Basah Mesangat – Suwi

            Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan lebih dari 180 spesies burung pelatuk tersebar di seluruh dunia. Di ataranya dapat dijumpai di Lahan Basah Mesangat – Suwi,yaitu pelatuk kijang (Celeus brachyurus), pelatuk besi (Dinopium javanense), pelatuk ayam (Dryocopus javensis), pelatuk merah (Picus miniaceus), caladi tikotok (Hemicircus concretus), caladi batu (Meiglyptes tristis), dan caladi badok (Meiglyptes tukki).

Pelatuk Besi (Dinopium javanense)     

            Pelatuk besi sering disebut burung pelatuk bawang atau Javan Yellownape. Jenis ini hidup berdampingan dengan Indonesia yang meliputi, Sumatera, Nias, Bangka Belitung, Kalimantan, dan Jawa. Selain itu, dapat dijumpai di Brunei Darussalam, Kamboja, China, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Laos, Filipina, India hingga Vietnam.

            Spesies dari keluarga Picidae memiliki tubuh berukuran 30 cm, terdapat garis strip hitam putih pada wajahnya, dan ciri khas jambul merah (jantan), serta hitam bercoret putih (betina). Bagian punggung dan tunggir berwarna merah.

            Secara alaminya, pelatuk besi memakan semut, kalajengking, kecoa, dan serangga kecil lainnya yang berada di habitat hutan sekunder, hutan dataran rendah, mengrove, perkebunan, perkarangan yang ketinggiannya mencapai 1.000 mdpl.

            Untuk masa reproduksinya berlangsung bulan April, Mei, Juli, November, dan Desember. Biasanya telur berwarna putih dan bisa memiliki 2 – 3 butir

Pelatuk Ayam (Dryocopus javensis)

            Pelatuk ayam tersebar di seluruh wilayah Indonesia, di antaranya Sumatera, Pulau Nias, Jawa, Bali, dan Kepulauan Natuna Utara. Tidak hanya di dalam negeri saja, melainkan juga tersebar di India, Myanmar, Tiongkok, Thailand, Jepang, Filipina, dan Korea. Biasanya burung ini akan menempati area mangrove maupun hutan sekunder, hutan dataran rendah, hingga pengunungan dengan ketinggian 1000 mdpl.

Burung yang terkenal karena kicauannya ini dikenal memiliki volume yang lumayan tinggi dan terdengar cukup tajam. Kicaunnya pun terdengar bervariasi, terdiri dari beberapa jenis nada yang umumnya diulang, dan dapat mengeluarkan suara melengking, serta nada yang bertempo rapat layaknya suara desiran.

            Sebenarnya pelatuk ayam termasuk jenis burung pemalu karena jarang menampakkan dirinya di hutan. Namun, kerap muncul biasanya dibarengi dengan suara pohon yang dipatukinya. Ketika mematuki pohon, maka suara kicauannya akan terdengar keras.

            Lalu, pelatuk ayam memiliki ukuran tubuh lumayan besar dengan panjang mencapai 42 cm. Ciri khas burung ini bisa dilihat dari bentuk tubuh, yakni memiliki paruh panjang dan tebal yang berwarna hitam.  Pada bagian kepalanya terdapat jambul berwarna yang agak panjang dan lebat. Sementara ujung ekornya menjuntai menyentuh pohon.

             Namun, ada beberapa perbedaan antara jantan dan betina. Pelatuk ayam jantan memiliki tiga warna, yaitu hitam, merah, dan putih yang mencolok. Warna hitam tampak menutupi seluruh tubuhnya, mulai dari pipi, dada, leher, punggung, sayap, dan ekornya.

            Sementara betina memiliki warna merah pada bagian jambul. Pada area perut berwarna putih, tetapi hanya tertutup sebagian saja. Pada bagian pipi betina tidak terdapat bercak merah dan perutnya juga berwarna putih cerah.

Caladi Tikotok (Hemicircus concretus)

Caladi Tikotok (Hemicircus concretus) banyak ditemukan secara lokal di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Musim kawin burung ini bervariasi bergantung pada daerah asalnya. Spesies yang berada di Sumatera dan Kalimantan biasanya berlangsung pada bulan April – Juli, sementara di Jawa Mei – Juni.

Burung dari famili Picidae ini memiliki suara yang khas. Ketika diberi irama yang lebih cepat, sekilas akan tampak seperti suara lovebird.

 Habitatnya berada di daerah terbuka, tepian hutan, hutan sekunder, dan daerah perkebunan. Secara umum, caladi tikotok hidup di lapisan tajuk dan terkadang memiliki perilaku layaknya burung gelatik yang suka bergelantungan sambil mencari makan.

Caladi tikotok memupunyai ukuran tubuh yang ukurannya lebih kecil sekitar 14 cm. Bagian kepala sampai dada berwarna abu-abu, punggung tampak bersisik, dan ciri khas jambulnya selalu berdiri tegak. Terdapat perbedaan antara burung jantan dan betina, yakni pada penampilannya.

Burung jantan memiliki jambul yang panjang dengan dahi berwarna merah, sementara betina memiliki dahu yang berwarna abu-abu. Bagian perutnya beerwarna kuning tua, bagian punggung, dan penutup sayap berwarna hitam dengan warna putih, serta kuning tua pada sisi sayapnya.

Caladi Batu (Meiglyptes tristis)

Burung ini tersebar di Indonesia (Pulau Jawa, Sumatera, kepulauan Nias, Bangka, hingga ke Kalimantan), Myanmar, serta Semenanjung Thailand.

            Meiglyptes tristis memiliki ukuran yang kecil dengan panjang sekitar 17 – 18 cm. Ekornya pendek, bergaris hitam dan putih. Pada bagian sayapnya terdapat bulu hitam yang diselingi oleh warna putih. Sementara bagian kepala berwarna hitam bercampur kuning. Namun, ada sedikit perbedaan antara sang jantan dan betina. Caladi jantan memiliki goresan warna merah di bawah mata, sedangkan betina tidak.

            Burung ini mencari makan pada tajuk pohon di hutan primer, hutan sekunder, dan pinggir hutan. Selain itu, juga hidup secara berkelompok dengan jenis burung lainnya. Saat musim reproduksi dapat menghasilkan dua telur yang ditaruh pada sarang di lubang pohon.

Caladi Badok (Meiglyptes tukki)

Caladi Badok (Meiglyptes tukki) atau Buff-necked Woodpecker salah satu jenis burung caladi yang banyak dijumpai di Pulau Sumatera, Nias, Natuna, Belitung, hingga Kalimantan. Selain di Indonesia, spesies ini juga ditemukan di Brunei Darussalam, Malaysia, Myanmar, dan Thailand.

Ukurannya agak kecil sekitar 21 cm, memiliki warna cokelat tua dengan bercak kuning lebar, dan terdapat garis berwarna kekuningan pada punggungnya. Namun, burung muda memiliki garis kuning tua yang lebih tebal, paruh kehitaman, dan kaki hijau keabu-abuan.Konsorsium Yasiwa-Yayasan Ulin (ml).

Pelatuk Merah (Chrysophlegma miniaceum) di Lahan Basah Suwi
Pelatuk Merah (Chrysophlegma miniaceum) di Lahan Basah Suwi

 

Caladi Badok (Meiglyptes tukki) di Lahan Basah Suwi
Caladi Badok (Meiglyptes tukki) di Lahan Basah Suwi

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Artikel Lainnya

Pelatihan Pengelolaan Website Desa: Langkah Strategis Menuju Transformasi Digital
Rencana Strategis Yasiwa
Rencana Strategis Yasiwa
Merajut Komunikasi Untuk Pengelolaan KEP LBMS

MENGAPA KONSERVASI?

Banyak yang tidak menyadari begitu besar nilai dan manfaat keragaman hayati sebagai dasar dari kehidupan di bumi dan jasa ekologi yang disediakan secara cuma-cuma oleh habitat-habitat alami dalam bentang alam.
Sebagian besar keragaman hayati hidup di luar kawasan dilindungi, yang umumnya merupakan hutan dataran rendah yang memiliki keragaman hayati yang tinggi, lahan basah yang penting untuk tata air, ataupun lahan gambut yang memiliki kandungan karbon yang tinggi.
Ragam pemanfaatan bentang alam merupakan hasil perkembangan dari waktu ke waktu untuk pertanian, perkebunan, perikanan, agroforestry, pertambangan, pemukiman, yang perlu diimbangi dengan alokasi hutan lindung dan konservasi yang proporsional untuk menjaga ketahanan lingkungan
Oleh karena itu, para pihak yang memanfaatkan bentang alam bertanggung jawab untuk mempertahankan keragaman hayati dengan menyisihkan habitat-habitat alami sebagai aset yang penting untuk kehidupan masa depan. Kegiatan inti Yasiwa difokuskan pada pencapaian pengelolaan konservasi praktis dan efektif untuk keragaman hayati dan habitatnya pada beragam pemanfaatan bentang alam tersebut di atas.
Previous
Next

YASIWA, 2020