Burung-burung Raja Udang: Jenis, Ciri-Ciri, dan Persebarannya

August 23, 2022

Bagikan

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

Lahan basah Mesangat – Suwi termasuk habitat alami bagi satwa dilindungi di Indonesia, salah satunya jenis burung raja udang. Burung raja udang adalah kelompok burung berukuran kecil hingga medium, kepalanya besar, memiliki paruh Panjang dan runcing, leher pendek, serta kaki kecil. Selain itu, juga memiliki tiga jari depan yang menyantu pada bagian dasar

Spesies ini tersebar di seluruh kawasan tropis, kurang lebih berjumlah 91 dan 45 diantaranya berada di Indonesia. Burung raja udang terbagi menjadi tiga famili, yakni Alcedinidae (river kingfishers), Halcyonidae (tree kingfishers), dan Cerylidae (water kingfisher).

            Burung raja udang masuk ke dalam jenis burung air yang aktivitas hidupnya berada di daerah perairan. Secara ekologisnya, burung air bergantung pada lahan basah, baik alami maupun buatan. Misalnya, hutan mangrove, rawa dataran berlumpur, tambak, sawah, dan sebagainya.  

            Sebagian besar habitat burung air menjadi penghuni tetap di area lahan basah. Kehadiran burung dijadikan indikator hayati pada kawasan hutan mangrove dan mempengaruhi persebaran jenis tumbuhan yang ada. Selain itu, penyebarannya juga dipengaruhi oleh habitat dan ketersedianya pakan.

 Apabila terjadi migrasi, artinya burung tidak mempunyai tempat aman untuk berlindung dari musuh atau predator akibat rusaknya vegetasi. Burung-burung yang tidak mampu bertahan dengan kondisi lingkungan akan pergi mencari tempat yang aman dan mendukung keberlangsungan hidupnya.

4 Jenis Burung Raja Udang di Lahan Basah Mesangat – Suwi

Terdapat empat jenis spesies burung raja udang yang mendiami lahan basah Mesangat – Suwi, berikut diantaranya

  1. Pekaka Emas (Pelargopsis capensis)

Pekaka Emas termasuk spesies yang terbesar dan hampir selalu dijumpai saat dilakukan observasi lapangan di lahan basah Suwi. Tidak hanya di Indonesia, pekaka emas juga terbesar di berbagai negara Asia, seperti India, Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Statusnya pun dilindungi oleh pemerintah, sehingga tidak boleh ditangkap ataupun dipelihara.

Secara alaminya, habitat burung ini berada di area dataran rendah yang meliputi, sekitaran sungai besar, area hutang mangrove, dan pinggir pantai. Pekaka emas seringkali terlihat melintas dengan menyebrangi sungai. Pakan utamanya berupa ikan berukuran sedang. Adapula kebiasaannya saat mencari makan, yakni bertengger dibatang kayu dan akan menukik untuk memburu makanannya yang muncul dipermukaan sungai.

Pekaka emas juga memiliki suara yang khas, di mana kicauannya bisa dikeluarkan dengan nada yang tajam dan volume yang kencang. Ukuran tubuhnya tergolong cukup besar dengan panjang kurang lebih 35 cm.

Warna bulunya biru oranye yang mencolok. Bagian matanya tampak hitam kecokelatan, bulat berukuran sedikit besar, dan sorot matanya tajam. Ukuran sayapnya juga panjang dan lebar sampai kepangkal ekornya. Begitu pula dengan paruhnya yang berukuran cukup lebar dan panjang. Ekornya bewarna kebiruan tua yang terdiri dari beberapa helai berukuran sedikit lebar. Lalu, kakinya berwarna merah dan sedikit besar.

  1. Raja Udang Meninting (Alcedo meninting)

Alcedo meninting adalah spesies yang berasal dari Asia. Persebarannya dari barat India ke arah timur Nepal, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Kamboja, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia (Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Lombok). Raja udang melinting memiliki nada tinggi yang biasanya dikeluarkan sewaktu terbang dan cicitan cepat saat bertengger.

Raja udang meninting seringkali terlihat di kawasan air tawar, seperti sungai dan danau. Terkadang juga terlihat di atas air payau dengan ketinggian 1000m. Ukuran tubuhnya kecil, sekitar 15 cm. Bagian bawah tubuh berwarna merah jingga terang, kakinya ramping berwarna merah, dan paruh besar berwarna kehitaman.

 Pakan utamanya berupa ikan-ikan kecil dan udang. Spesies ini memiliki kebiasaan yang unik, yakni dapat terbang dengan sangat cepat, melakukan Gerakan kepala turun-naik Ketika mencari makan, menyelam secepat kilat saat menangkap mangsa, dan membawa mangsa ke tenggeran, dibunuh terlebih dahulu, lalu dimakan.

  1. Cekakak Cina (Halcyon pileata)

Burung cekakak cina termasuk dalam famili Halcyonidae. Spesies ini tersebar mulai dari India, China, Korea, Taiwan, Myanmar, Laos, Sri Lanka, Indonesia, Semenanjung Malaysia, hingga ke Filipina. Sering dijumpai di hutan mangrove, muara, dan tepi sungai besar. Cekakak cina suka bertengger pada cabang pohon yang menjulur ke arah suangai. Terkadang juga berburu di padang rumput berawa.

  1. Cekakak suci (Todirhamphus sanctus)

Spesies dari famili Alcedinidae tersebar di seluruh wilayah Indonesia, meliputi Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Bali. Burung cekakak suci memiliki ciri khas bulu yang berwarna biru kehijauan pada bagian punggung dan bagian kepala, serta garis cokelat pucat pada bagian perut.

Burung air ini memakan serangga, kepiting, dan udang yang habitatnya di pantai, mangrove, hingga tambak. Kemudian, ukuran tubuhnya sedang sekitar 22cm. Suaranya nyaring yang terdiri dari empat nada “kii-kii-kii-kii, kii-kii-kii-kii”. Adapun ciri khas yang lain, yakni duduk pada tiang pohon di hutan mangrove atau turun ke pasir maupun lumpur. Pakan utamanya berupa serangga, kepiting, dan udang-udangan di tanah. Konsorsium Yasiwa-Yayasan Ulin (ml).

Burung Raja udang meninting (Alcedo meninting) di lahan basah Suwi. Foto-Nur Linda, Konsorsium Yasiwa-Yayasan Ulin.
Burung Raja udang meninting (Alcedo meninting) di lahan basah Suwi. Foto-Nur Linda, Konsorsium Yasiwa-Yayasan Ulin.

 

Pekaka emas (Pelargopsis capensis) di lahan basah Mesangat. Foto: Ngareng, Konsorsium Yasiwa-Yayasan Ulin
Pekaka emas (Pelargopsis capensis) di lahan basah Mesangat. Foto: Ngareng, Konsorsium Yasiwa-Yayasan Ulin

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Artikel Lainnya

Pelatihan Pengelolaan Website Desa: Langkah Strategis Menuju Transformasi Digital
Rencana Strategis Yasiwa
Rencana Strategis Yasiwa
Merajut Komunikasi Untuk Pengelolaan KEP LBMS

MENGAPA KONSERVASI?

Banyak yang tidak menyadari begitu besar nilai dan manfaat keragaman hayati sebagai dasar dari kehidupan di bumi dan jasa ekologi yang disediakan secara cuma-cuma oleh habitat-habitat alami dalam bentang alam.
Sebagian besar keragaman hayati hidup di luar kawasan dilindungi, yang umumnya merupakan hutan dataran rendah yang memiliki keragaman hayati yang tinggi, lahan basah yang penting untuk tata air, ataupun lahan gambut yang memiliki kandungan karbon yang tinggi.
Ragam pemanfaatan bentang alam merupakan hasil perkembangan dari waktu ke waktu untuk pertanian, perkebunan, perikanan, agroforestry, pertambangan, pemukiman, yang perlu diimbangi dengan alokasi hutan lindung dan konservasi yang proporsional untuk menjaga ketahanan lingkungan
Oleh karena itu, para pihak yang memanfaatkan bentang alam bertanggung jawab untuk mempertahankan keragaman hayati dengan menyisihkan habitat-habitat alami sebagai aset yang penting untuk kehidupan masa depan. Kegiatan inti Yasiwa difokuskan pada pencapaian pengelolaan konservasi praktis dan efektif untuk keragaman hayati dan habitatnya pada beragam pemanfaatan bentang alam tersebut di atas.
Previous
Next

YASIWA, 2020