Masyarakat Suku Kutai di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur memiliki suatu hal yang mereka percayai dalam budaya mereka terkait hubungan antara manusia dan satwa. Kepercayaan itu mereka sebut dengan urus. Adapun istilah urus dapat diartikan bahwa masyarakat memiliki hubungan kekerabatan/keturunan dengan satwa, dalam hal ini dengan buaya.
Menurut penuturan dari Iskandar, seorang tokoh masyarakat Desa Kelinjau Ilir Kecamatan Muara Ancalong, urus merupakan suatu kepercayaan yang masih melekat pada masyarakat Kutai. Diceritakan bahwa sebagian masyarakat Kutai memiliki leluhur yang bersudara kembar dengan buaya. Cerita lainnya menjelaskan bahwa buaya asalnya merupakan manusia yang memiliki kemampuan untuk menjelma menjadi salah satu reptil air itu.

Masyarakat yang meyakini bahwa mereka memiliki garis keturunan dengan buaya, dilarang untuk menyakiti bahkan berburu hewan tersebut. Mereka percaya, jika melakukannya maka akan ada keluarga yang sakit. Jika hal itu tidak sengaja terjadi, maka biasanya mereka akan melakukan ritual sawai atau besawai.
Menurut Iskandar, sawai dapat diartikan memanggil. Sawai merupakan cara untuk mengobati dengan menyiapkan beberapa sesaji dan memohon kesembuhan kepada Yang Maha Kuasa dan leluhur mereka. Beberapa bahan sesaji yang biasanya disiapkan antara lain beras kuning, kemenyan, pinang, dupa, sirih, tembakau, gula merah, pisang.

Camat Muara Ancalong, Sabran, S.Sos. mengatakan bahwa kepercayaan urus terkait buaya, hingga saat ini masih dipercayai dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Kearifan lokal ini juga menjadi salah satu bentuk yang akhirnya memiliki peranan dalam menjaga pelestarian satwa di Muara Ancalong. Diketahui bahwa di Lahan Basah Mesangat-Suwi yang berlokasi di Kecamatan Muara Ancalong dan Kecamatan Long Mesangat terdapat salah satu satwa langka yaitu buaya siam (Crocodylus siamensis).
Buaya jenis ini semakin langka dan dalam keadaan terancam punah. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Red List, memasukkan buaya siam dalam status konservasi Crtically Endangerd (kritis). Selain itu, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), memasukkan buaya siam ke dalam daftar Apendiks 1 yang berarti dilarang untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun. Di Indonesia, buaya siam merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 106 tahun 2018.