Shorea balangeran adalah jenis pohon dari keluarga Dipterocarpaceae, dan termasuk jenis pohon endemik Asia Tenggara. Di Indonesia pohon ini dapat dijumpai di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada umumnya, penduduk lokal Kalimantan sering menyebutnya sebagai balangeran, kahoi, atau kawi. Sementara di Sumatera biasanya disebut balangeran, belangir, atau melangir.
Ciri Umum Shorea balangeran
Pohon ini dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 20 – 25 meter, mempunyai batang bebas bercabang sekitar 15 meter, dan berdiameter 50 cm. Kulit luar berwarna merah tua hingga hitam, dengan ketebalan mencapai 1-3 cm. Permukaan kulitnya rata dan tidak mudah mengelupas. Pada bagian dalam kayu akan terlihat warna cokelat merah, lalu ada juga warna cokelat tua pada bagian terasnya. Sementara bagian kayu gubalnya mempunyai warna putih kekuning-kuningan dan merah muda. Selain itu, bagian gubalnya mempunyai ketebalan sekitar 2 sampai 5 cm.
Daunnya mempunyai ciri fisik dengan ujung yang lancip dan pangkal daun yang berbentuk bulat. Bunga berwarna merah menyala, sehingga pada saat musim berbunga menyajikan pemandangan yang sangat indah di hutan rawa.
Kandungan Senyawa Fitokimia
Dari hasil penelitian mengidentifikasi adanya senyawa kimia yang terkandung dalam bagian-bagian pohon ini. Pada bagian kulit kayu, ranting, dan daun balangeran mengandung senyawa alkaloid, saponin, tannin, fenolik, flavonoid, triterfenoid, dan glikosida. Senyawa flavonoid sebagai antioksidan yang berperan menjadi antibiotik dengan menghambat fungsi mikroorganisme, seperti bakteri ataupun virus. Fungsi lain dari flavonoid juga dapat mencegah kanker. Demikian juga tanin merupakan senyawa aktif yang berperan sebagai antioksidan bisa menghambat pertumbuhan tumor. Maka dari itu, kulit kayu, ranting, dan daun cukup berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang bisa dijadikan bahan pengobatan alternatif.
Pemanfaatan Kayu Balangeran
Kayu balangeran mempunyai kualitas yang kuat, tergolong dalam kelas kuat II, tidak mudah mengalami penyusutan saat kering, bahkan tergolong awet dan dapat tahan dari serangan jamur pelapuk. Maka dari itu, banyak dijadikan sebagai balok atau papan pada bangunan, perumahan, jembatan, lunas perahu dan masih banyak lagi.
Permukaan kayu cenderung licin, tetapi ada beberapa tempat yang terasa lengket karena adanya damar. Tekstur kayunya sedikit kasar, dan merata. Terdapat serat halus pada kayunya, bila diraba permukaan terasa licin.
Status Konservasi
Sebagai jenis kayu yang popular dalam perdagangan kayu ekonomis, keberadaan spesies Shorea balangeran mengalami banyak penurunan akibat perdagangan yang tidak terkendali. Status konservasinya Vulnerable, atau rentan punah.
Di hutan rawa gambut kahoi termasuk salah satu penyusun jenis tumbuhan pioneer,karena mempunyai daya adaptasi yang baik. Selain itu, kahoi cepat tumbuh sehingga bisa menjadi pilihan yang berpeluang besar untuk digunakan sebagai tanaman restorasi. Namun, keberhasilan hidup bibit yang ditanam di area restorasi bergantung pada kondisi tinggi muka air, kekeringan, dan kebakaran.
Habitat Pohon Balangeran
Habitat balangeran umumnya berada di hutan primer tropis basah yang sewaktu-waktu dapat tergenang oleh air dengan tipe hujan A dan B, serta ketinggian di atas 0 – 100 mdpl. Shorea balangeran mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan jenis pohon rawa gambut lainnya
Jenis pohon ini umumnya tumbuh di lahan basah dan gambut, mampu beradaptasi pada area yang tergenang air, di hutan kerangas dengan suhu dan intensitas cahaya yang tinggi. Pohon ini dapat tumbuh secara berkelompok pada daerah rawa, di tepi sungai, tanah berpasir, dan tanah liat.
Di sekitar lahan basah Suwi, kahoi banyak terdapat di area Loa Ketiau, yang awalnya merupakan hutan kahoi alami. Setelah dibuka oleh perusahaan dan ternyata tidak produktiv, di beberapa area saat ini sedang mengalami regenerasi alami. Cukup banyak pohon kahoi muda yang telah mencapai ketinggian 3 -4 meter.
Konsorsium Yasiwa-Yayasan Ulin (ml, dari berbagai sumber)