Jaga Sumber Daya Ikan, Nelayan Suwi Indah Pakai Alat Tangkap Tradisonal

November 3, 2021

Bagikan

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp

Jaga Sumber Daya Ikan, Nelayan Suwi Indah Pakai Alat Tangkap Tradisonal

Tersedianya sumber daya ikan yang berlimpah sangat membantu nelayan dalam perekonomian. Sayangnya, semakin meningkat kebutuhan hidup membuat sebagian orang ingin meraup keuntungan dengan cara yang instan. Contohnya, menangkap ikan dengan menggunakan alat setrum. Aktivitas penangkapan seperti ini, tidak hanya merugikan generasi ikan berikutnya, melainkan lambat laun juga mematikan mata pencaharian. Mengapa demikian? Pada saat menyetrum, sudah pasti bukan beberapa ikan saja yang akan mati, tetapi ikan kecil hingga telurnya pun ikut mati. Bayangkan, bila kegiatan ini berlangsung setiap harinya. Tentu, 5 – 10 tahun ke depan ikan telah habis. 

Oleh karena itu, menjaga kelestarian ikan dengan menggunakan alat tangkap tradisonal lebih bersifat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap perairan maupun satwa di sekitar sungai. Salah satunya, para nelayan Suwi Indah yang masih menggunakan alat tangkap ikan secara tradisional.  

Dengan tujuan, agar sumber daya ikan tetap terjaga bagi generasi yang akan datang. Selain menggunakan alat tangkap tradisonal, mereka juga mencegah adanya kelompok lain yang menggunakan alat setrum. Menariknya lagi, kelompok nelayan Suwi Indah memiliki 11 alat tangkap ikan tradisonal. Lalu, apa saja nama alat-alat tangkap tersebut?

Juluk

Juluk atau disebut juga perangkap ikan tutup sungai. Panjang perangkat sekitar 8 meter dan dipasang melintang dari sisi kiri dan kanan sungai. Alat tangkap ikan ini terbuat dari kain rimpa yang mampu menangkap semua jenis ikan tanpa perlu menggunakan umpan.

Rawai

Selanjutnya, rawai merupakan alat pancing yang terbuat dari tali yang dikaitkan pada sebuah batang bambu dan ditancapkan di pinggir sungai. Setiap mata pancing memiliki ukuran yang berbeda, tergantung jenis ikan yang ingin ditangkap. Misalnya, ikan baung menggunakan mata pancing nomor 10, nomor 12 untuk ikan haruan, dan nomor 6 untuk toman. Begitu pula umpannya, untuk haruan dan baung membutuhkan potongan ikan yang masih segar. Sedangkan, toman menggunakan ikan lele hidup sebagai umpannya. 

Legu

Alat tangkap tradisional ini digunakan untuk mengambil ikan baung yang terjerat pada rawai. Biasanya, saat rawai diangkat ikan akan memberontak dan sulit untuk ditangkap. Adanya legu, memudahkan menangkap ikan agar tidak mudah terlepas.

Rengge

Rengge merupakan jala yang dipasang atau melintang secara vertikal di tepi sungai. Alat ini biasanya menangkap ikan biawan, lepok, haruan, baung, dan toman. Sementara itu, ikan biawan yang telah terjerat tidak dapat bertahan lama karena tidak bisa mengambil oksigen. Namun, anak buaya pun dapat tersangkut pada rengge saat memangsa ikan yang terjerat.

Langi-langi

Bentuknya menyerupai rengge. Bedanya, alat ini dipasang pada tepi sungai secara horizontal di permukaan air. Langi-langi khusus digunakan untuk menangkap ikan biawan. Saat terjerat ikan biawan akan tetap hidup karena dapat mengambil oksigen di permukaan air. 

Bu

Alat yang terbuat dari bambu ini memiliki ukuran yang bervariasi. Biasanya digunakan untuk menangkap ikan haruan. Cara kerja alat tangkap ini diletakkan pada dasar sungai yang cenderung dangkal, sejajar, dan berlawanan dengan arus air. Dengan begitu, ikan yang berenang mengikut arus air akan terperangkap masuk.

Tempirai

Tempirai terbuat dari kawat ram dengan mata berukuran 1 cm yang digunakan khusus untuk menangkap ikan-ikan kecil. Hasilnya, ikan akan dipakai menjadi umpan rawai. Jenis ikan yang didapat berupa ikan puyau dan kelebere. 

Ancau

Ancau merupakan jaring dengan bingkau bambu yang berukuran hampir 2 x 2 meter. Ancau juga digunakan untuk menangkap ikan-ikan kecil. Dari hasil tangkapan tersebut, digunakan sebagai umpan atau pakan ikan yang disimpan dalam keramba. 

Jala 

Jala termasuk alat tangkap ikan tradisonal yang banyak digunakan para nelayan. Biasanya, di lahan basah Suwi, jala digunakan untuk menangkap ikan kecil yang akan dijadikan umpan ikan baung. 

Tamba atau Jebba

Terakhir, tamba terbuat dari kawat ram dengan bingkai kayu maupun tanpa bingkai. Memiliki ukuran 125 x 50 x 50 cm digunakan untuk menjerat ikan baung. Uniknya, tamba menggunakan umpan ikan busuk yang diletakkan di bawah permukaan air. Hasil tangkapan bukan hanya berupa ikan, melainkan ular juga terperangkap karena memangsa ikan yang ada di dalam tamba atau jebba. 

Terdapat pula ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis di antaranya, ikan patin (Pangasius hypophthalmus), ikan baung (Mystus micracanthus), ikan toman (Channa micropeltes), ikan haruan (Channa striata), dan ikan biawan (Helostoma temminckii). Tidak semua jenis ikan bisa didapatkan pada musim yang sama. Seperti ikan biawan yang umumnya melimpah setelah banjir cukup lama dan air mulai menurun. Dari hasil tangkapan tersebut, kelompok nelayan Suwi Indah biasanya tidak menjualnya dalam keadaan segar karena harga yang didapat cenderung lebih murah. Mereka memilih mengolahnya menjadi ikan asin yang akan dijual kemudian.

 

Hasil tangkapan ikan biawan oleh anggota Kelompok Nelayan Suwi Indah pada bulan Juli 2021 (foto: Nur Linda/Yasiwa)
Hasil tangkapan ikan biawan oleh anggota Kelompok Nelayan Suwi Indah
pada bulan Juli 2021 (foto: Nur Linda/Yasiwa)

 

Tangkapan ikan baung dan ikan toman oleh anggota Kelompok Nelayan Suwi Indah pada tahun 2017 (Foto: Amat)
Tangkapan ikan baung dan ikan toman oleh anggota Kelompok Nelayan Suwi Indah pada tahun 2017 (Foto: Amat)

 

Hasil tangkapan ikan patin pada tahun 2018 oleh anggota Kelompok Nelayan Suwi Indah (Foto:Nur Linda/Yasiwa)
Hasil tangkapan ikan patin pada tahun 2018
oleh anggota Kelompok Nelayan Suwi Indah (Foto:Nur Linda/Yasiwa)

 

 

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Artikel Lainnya

Alap-alap Capung, Burung Predator Terkecil di Dunia
Burung Perling Kumbang, Spesies Penyerbuk Tanaman
Mengenal Kucing Tandang yang Kian Terancam Punah

MENGAPA KONSERVASI?

Banyak yang tidak menyadari begitu besar nilai dan manfaat keragaman hayati sebagai dasar dari kehidupan di bumi dan jasa ekologi yang disediakan secara cuma-cuma oleh habitat-habitat alami dalam bentang alam.
Sebagian besar keragaman hayati hidup di luar kawasan dilindungi, yang umumnya merupakan hutan dataran rendah yang memiliki keragaman hayati yang tinggi, lahan basah yang penting untuk tata air, ataupun lahan gambut yang memiliki kandungan karbon yang tinggi.
Ragam pemanfaatan bentang alam merupakan hasil perkembangan dari waktu ke waktu untuk pertanian, perkebunan, perikanan, agroforestry, pertambangan, pemukiman, yang perlu diimbangi dengan alokasi hutan lindung dan konservasi yang proporsional untuk menjaga ketahanan lingkungan
Oleh karena itu, para pihak yang memanfaatkan bentang alam bertanggung jawab untuk mempertahankan keragaman hayati dengan menyisihkan habitat-habitat alami sebagai aset yang penting untuk kehidupan masa depan. Kegiatan inti Yasiwa difokuskan pada pencapaian pengelolaan konservasi praktis dan efektif untuk keragaman hayati dan habitatnya pada beragam pemanfaatan bentang alam tersebut di atas.
Previous
Next

YASIWA, 2020